PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI

PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI
TABIB BERIJIN RESMI, HERBAL 100% ALAMI, AMAN SUDAH IJIN B-POM DAN HALAL MUI, PENGOBATAN MENGGUNAKAN HERBAL YANG SUDAH DIPERKAYA DENGAN RUQYAH ISLAMI YANG SYAR'I. HARGA TERJANGKAU. INFO LENGKAP KLIK PADA GAMBAR. SMS/WA TABIB UNTUK KONSULTASI DAN PEMESANAN OBAT DI: 08121341710 ATAU 0811156812

Thursday, October 6, 2016

FIDYAH DI DALAM PUASA, Islam, shalat, tarbiyah,bekam, pendidikan islami, keluarga sakinah, thibbun nabawi, hadis nabi, rukun islam, rukun iman, rukun shalat, al quran, kisah islami, asmaul husna, kisah para nabi, Allah SWT, Subhanallah, masyarakat islami, pengobatan islami, ibadah islami, ekonomi islam, dunia islam, hadis shahih, kajian al qur’an

FIDYAH DI DALAM PUASA

Oleh
Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro


Allah telah menurunkan kewajiban puasa kepada NabiNya yang mulia pada tahun kedua Hijriyah. Puasa pertama kali diwajibkan dengan takhyir (bersifat pilihan). Barangsiapa yang mau, maka dia berpuasa. Dan barangsiapa yang berkehendak, maka dia tidak berpuasa, akan tetapi dia membayar fidyah. Kemudian hukum tersebut dihapus, dan bagi seluruh orang beriman yang menjumpai bulan Ramadhan diperintahkan untuk berpuasa.

Pada zaman sekarang ini, ada sebagian orang yang beranggapan, bahwa seseorang boleh tidak berpuasa meskipun sama sekali tidak ada udzur, asalkan dia mengganti dengan membayar fidyah. Jelas hal ini tidak dibenarkan dalam agama kita.

Untuk memperjelas tentang fidyah, dalam tulisan ini akan kami uraikan beberapa hal berkaitan dengan fidyah tersebut. Semoga Allah memberikan taufikNya kepada kita untuk ilmu yang bermanfa'at, serta amal shalih yang Dia ridhai.

A. DEFINISI FIDYAH
Fidyah (فدية) atau fidaa (فدى) atau fida` (فداء) adalah satu makna. Yang artinya, apabila dia memberikan tebusan kepada seseorang, maka orang tersebut akan menyelamatkannya [1].

Di dalam kitab-kitab fiqih, fidyah, dikenal dengan istilah "ith'am", yang artinya memberi makan. Adapun fidyah yang akan kita bahas di sini ialah, sesuatu yang harus diberikan kepada orang miskin, berupa makanan, sebagai pengganti karena dia meninggalkan puasa.

B. TAFSIR AYAT TENTANG FIDYAH
Allah telah menyebutkan tentang fidyah dalam KitabNya Yang Mulia. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرُُ لَّهُ وَأَن تَصُومُوا خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

ا"Beberapa hari yang telah ditentukan, maka barangsiapa di antara kalian yang sakit atau dalam bepergian, wajib baginya untuk mengganti pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), untuk membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin. Barangsiapa yang berbuat baik ketika membayar fidyah (kepada miskin yang lain) maka itu lebih baik baginya, dan apabila kalian berpuasa itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui". [Al Baqarah : 184].

Ulama telah berbeda pendapat dalam hal firman Allah :

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

"(Dan wajib bagi orang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), maka dia membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin)".

Apakah ayat ini muhkamah atau mansukhah? Jumhur ulama berpendapat, bahwa ayat ini merupakan rukhshah ketika pertama kali diwajibkan puasa, karena puasa telah memberatkan mereka. Dahulu, orang yang telah memberikan makan kepada seorang miskin, maka dia tidak berpuasa pada hari itu, meskipun dia mampu mengerjakannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Bukhari dan Muslim dari Salamah bin Akwa`, kemudian ayat ini telah dimansukh dengan firman Allah:

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

"(Maka barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan bulan Ramadhan, maka hendaklah dia berpuasa -Al Baqarah ayat 185-)".

Telah diriwayatkan dari sebagian ahli ilmu, bahwa ayat di atas tidak dimansukh, akan tetapi sebagai rukhshah, khususnya untuk orang-orang tua dan orang yang lemah, apabila mereka tidak mampu mengerjakan puasa kecuali dengan susah payah. Makna ini sesuai dengan bacaan tasydid, yakni يطوقونه . Artinya, bagi orang yang merasa berat untuk mengerjakannya.[2]

Dari 'Atha, sesungguhnya dia mendengar Ibnu Abbas membaca ayat:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Tentang ayat ini, Ibnu Abbas berkata: "Ayat ini tidaklah dimansukh. Yang dimaksud ialah orang tua laki-laki dan wanita, yang keduanya tidak mampu untuk berpuasa, maka ia memberi makan untuk satu hari kepada satu orang miskin". [Dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam kitab Tafsir]. [3]

Berkata Syaikh Abdur Rahman As Sa'di di dalam tafsirnya: "Dan ada pendapat yang lain, bahwa ayat :

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Maksudnya mereka yang merasa terbebani dengan puasa dan memberatkan mereka, sehingga tidak mampu mengerjakannya, seperti seorang yang sudah tua; maka dia membayar fidyah untuk setiap hari memberi makan kepada satu orang miskin. Dan ini adalah pendapat yang benar".[4]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin berkata: "Penafsiran Ibnu Abbas dalam ayat ini menunjukkan kedalaman fikihnya, karena cara pengambilan dalil dari ayat ini; bahwa Allah menjadikan fidyah sebagai pengganti dari puasa bagi orang yang mampu untuk berpuasa, jika dia mau maka dia berpuasa; dan jika tidak, maka dia berbuka dan membayar fidyah. Kemudian hukum ini dihapus, sehingga diwajibkan bagi setiap orang untuk berpuasa. Maka ketika seseorang tidak mampu untuk berpuasa, yang wajib baginya adalah penggantinya, yaitu fidyah".[5]

C. ORANG-ORANG YANG DIWAJIBKAN UNTUK MEMBAYAR FIDYAH
1. Orang yang tua (jompo) laki-laki dan wanita yang merasa berat apabila berpuasa. Maka ia diperbolehkan untuk berbuka, dan wajib bagi mereka untuk memberi makan setiap hari kepada satu orang miskin. Ini merupakan pendapat Ali, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Anas, Sa'id bin Jubair, Abu Hanifah, Ats Tsauri dan Auza'i.[6]

2. Orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya. Seperti penyakit yang menahun atau penyakit ganas, seperti kanker dan yang semisalnya.

Telah gugur kewajiban untuk berpuasa dari dua kelompok ini, berdasarkan dua hal. Pertama, karena mereka tidak mampu untuk mengerjakannya. Kedua, apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas dalam menafsirkan ayat fidyah seperti yang telah dijelaskan di muka.

Masalah : Apabila orang sakit yang tidak diharapkan sembuh ini, setelah dia membayar fidyah kemudian Allah menakdirkannya sembuh kembali, apa yang harus dia lakukan?

Jawab : Tidak wajib baginya untuk mengqadha puasa yang telah ia tinggalkan, karena kewajiban baginya ketika itu adalah membayar fidyah, sedangkan dia telah melaksanakannya. Oleh karena itu, dia telah terbebas dari kewajibannya, sehingga menjadi gugur kewajibannya untuk berpuasa.[7]

Ada beberapa orang yang diperselisihkan oleh para ulama, apakah mereka membayar fidyah atau tidak. Mereka, di antaranya ialah :

1. Wanita Hamil Dan Wanita Yang Menyusui.
Bagi wanita hamil dan wanita yang menyusui dibolehkan untuk berbuka. Karena jika wanita hamil berpuasa, pada umumnya akan memberatkan dirinya dan kandungannya. Demikian pula wanita yang menyusui, jika dia berpuasa, maka akan berkurang air susunya sehingga bisa mengganggu perkembangan anaknya.

Dalam hal apakah wajib bagi mereka untuk mengqadha` dan membayar fidyah?
Dalam permasalahan ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahlul ilmi.

Pendapat Pertama : Wajib bagi mereka untuk mengqadha` dan membayar fidyah. Pada pendapat ini pun terdapat perincian. Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir akan dirinya saja, maka dia hanya wajib untuk mengqadha` tanpa membayar fidyah. Dan apabila mereka takut terhadap janin atau anaknya, maka dia wajib untuk mengqadha` dan membayar fidyah.

Dalil dari pendapat ini ialah surat Al Baqarah ayat 185, yaitu tentang keumuman orang yang sakit, bahwasanya mereka diperintahkan untuk mengqadha` puasa ketika mereka mampu pada hari yang lain. Sedangkan dalil tentang wajibnya membayar fidyah, ialah perkataan Ibnu Abbas:

اَلْمُرْضِعُ وَالْحُبْلَى إذَا خَافَـتَا عَلىَ أوْلَادِهِمَا أفْطَرَتاَ وَأَطْعَمَتَا

"Wanita menyusui dan wanita hamil, jika takut terhadap anak-anaknya, maka keduanya berbuka dan memberi makan". [HR Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa'ul Ghalil, 4/18].

Makna yang semisal dengan ini, telah diriwayatkan juga dari Ibnu Umar; dan atsar ini juga dishahihkan Syaikh Al Albani di dalam Irwa'.

Ibnu Qudamah berkata,"Apabila keduanya khawatir akan dirinya saja, maka dia berbuka, dan hanya wajib untuk mengqadha`. Dalam masalah ini, kami tidak mengetahui adanya khilaf di antara ahlul ilmi, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan dirinya. Namun, jika keduanya takut terhadap anaknya, maka dia berbuka dan wajib untuk mengqadha` dan memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari. Inilah yang diriwayatkan dari Ibnu 'Umar dan yang mashur dari madzhab Syafi'i. [8]

Pendapat Kedua : Tidak wajib bagi mereka untuk mengqadha', akan tetapi wajib untuk membayar fidyah. Ini adalah pendapat Ishaq bin Rahawaih.

Dalil dari pendapat ini ialah hadits Anas:

إنَّ اللهَ وَضَعَ الصِّـيامَ عَنِ الْحُبْلَى وَ الْمُرْضِعِ

"Sesungguhnya Allah menggugurkan puasa dari wanita hamil dan wanita yang menyusui". [HR Al Khamsah].

Dan dengan mengambil dari perkataan Ibnu Abbas, bahwa wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anaknya, maka dia berbuka dan memberi makan. Sedangkan Ibnu Abbas tidak menyebutkan untuk mengqadha', namun hanya menyebutkan untuk memberi makan.[*]

Pendapat Ketiga : Wajib bagi mereka untuk mengqadha' saja.
Dengan dalil, bahwa keduanya seperti keadaan orang yang sakit dan seorang yang bepergian. Pendapat ini menyatakan, Ibnu Abbas tidak menyebutkan untuk mengqadha', karena hal itu sudah maklum, sehingga tidak perlu untuk disebutkan. Adapun hadits "Sesungguhnya Allah menggugurkan puasa dari orang yang hamil dan menyusui", maka yang dimaksud ialah, bahwa Allah menggugurkan kewajiban untuk berpuasa, akan tetapi wajib bagi mereka untuk mengqadha'. Pendapat ini merupakan madzhab Abu Hanifah. Juga pendapat Al Hasan Al Bashri dan Ibrahim An Nakha'i. Keduanya berkata tentang wanita yang menyusui dan hamil, jika takut terhadap dirinya atau anaknya, maka keduanya berbuka dan mengqadha' (dikeluarkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya).

Menurut Syaikh Ibnu 'Utsaimin, pendapat inilah yang paling kuat [9]. Beliau (Syaikh Ibnu 'Utsaimin) mengatakan, seorang wanita, jika dia menyusui atau hamil dan khawatir terhadap dirinya atau anaknya apabila berpuasa, maka dia berbuka, berdasarkan hadits Anas bin Malik Al Ka'bi, dia berkata, Rasulullah telah bersabda:

إِنَّ الهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنْ الْحُبِْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ

"Sesungguhnya Allah telah menggugurkan dari musafir setengah shalat, dan dari musafir dan wanita hamil atau menyusui (dalam hal, Red) puasa". [HR Al Khamsah, dan ini lafadz Ibnu Majah. Hadits ini shahih], akan tetapi wajib baginya untuk mengqadha' dari hari yang dia tinggalkan ketika hal itu mudah baginya dan telah hilang rasa takut, seperti orang sakit yang telah sembuh.[10]

Pendapat ini, juga merupakan fatwa dari Lajnah Daimah, sebagaimana akan kami kutip nash fatwa tersebut dibawah ini.

Pertanyaan Yang Ditujukan Kepada Lajnah Daimah.
Soal : Wanita hamil atau wanita yang menyusui, jika khawatir terhadap dirinya atau terhadap anaknya pada bulan Ramadhan dan dia berbuka, apakah yang wajib baginya? Apakah dia berbuka dan membayar fidyah dan mengqadha'? Atau apakah dia berbuka dan mengqadha', tetapi tidak membayar fidyah? Atau berbuka dan membayar fidyah dan tidak mengqadha'? Manakah yang paling benar di antara tiga hal ini?

Jawab : Apabila wanita hamil, dia khawatir terhadap dirinya atau janin yang dikandungnya jika berpuasa pada bulan Ramadhan, maka dia berbuka, dan wajib baginya untuk mengqadha' saja. Kondisinya dalam hal ini, seperti orang yang tidak mampu untuk berpuasa, atau dia khawatir adanya madharat bagi dirinya jika berpuasa. Allah berfirman:

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

"Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka wajib baginya untuk mengganti dari hari-hari yang lain".

Demikian pula seorang wanita yang menyusui, jika khawatir terhadap dirinya ketika menyusui anaknya pada bulan Ramadhan, atau khawatir terhadap anaknya jika dia berpuasa, sehingga dia tidak mampu untuk menyusuinya, maka dia berbuka dan wajib baginya untuk mengqadha' saja. Dan semoga Allah memberikan taufiq.[11]

2. Orang Yang Mempunyai Kewajiban Untuk Mengqadha' Puasa, Akan Tetapi Dia Tidak Mengerjakannya Tanpa Udzur Hingga Ramadhan Berikutnya.

Pendapat Yang Pertama : Wajib baginya untuk mengqadha' dan membayar fidyah. Hal ini merupakan pendapat jumhur (Malik, Syafi'i, dan Ahmad). Bahkan menurut madzhab Syafi'i, wajib baginya untuk membayar fidyah dari jumlah ramadhan-ramadhan yang dia lewati (yakni jika dia belum mengqadha' puasa hingga dua Ramadhan berikutnya, maka wajib baginya fidyah dua kali).

Dalil dari pendapat ini adalah:
Hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk memberi makan dan mengqadha' bagi orang yang mengakhirkan hingga Ramadhan berikutnya. (HR Ad Daraquthni dan Al Baihaqi). Akan tetapi, hadits ini dha'if, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.

Ibnu Abbas dan Abu Hurairah meriwayatkan tentang orang yang mengakhirkan qadha' hingga datang Ramadhan berikutnya, mereka mengatakan, agar (orang tersebut, Red) memberi makan untuk setiap hari kepada seorang miskin.[12]

Pendapat Kedua : Tidak wajib baginya membayar fidyah, akan tetapi dia berdosa, sebab mengakhirkan dalam mengqadha' puasanya. Ini merupakan madzhab Abu Hanifah, dan merupakan pendapat Al Hasan dan Ibrahim An Nakha'i. Karena hal itu merupakan puasa wajib, ketika dia mengakhirkannya, maka tidak wajib membayar denda berupa fidyah, seperti dia mengakhirkan ibadah yang harus dikerjakan sekarang atau menunda nadzarnya.[13]

Berkata Imam Asy Syaukani: "Maka yang dhahir (pendapat yang kuat) adalah tidak wajib (untuk membayar fidyah)". [14]

Berkata Syaikh Ibnu 'Utsaimin: "Adapun atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah, mungkin bisa kita bawa hukumnya menjadi sunnah, sehingga tidak wajib untuk membayar fidyah. Sehingga, pendapat yang benar dalam masalah ini (ialah), tidak wajib baginya kecuali untuk berpuasa, meskipun dia berdosa karena mengakhirkan dalam menngqadha". [15]

Hal ini (berlaku, Red) bagi orang yang mengakhirkan tanpa udzur. Berarti, (bagi) orang yang mengakhirkan mengqadha' hingga Ramadhan berikutnya karena udzur, seperti karena sakit atau bepergian, atau waktu yang sangat sempit, maka tidak wajib juga untuk membayar fidyah.

Masalah : Apabila ada orang yang mengalami sakit pada bulan Ramadhan, maka dalam masalah ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama : Jika penyakitnya termasuk yang diharapkan untuk sembuh, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa hingga dirinya sembuh. Apabila sakitnya berlanjut kemudian dia mati, maka tidak wajib untuk membayar fidyah. Karena kewajibannya adalah mengqadha', kemudian mati sebelum mengerjakannya.

Kedua : Jika penyakitnya termasuk yang diharapkan untuk sembuh, dan dia tidak berpuasa kemudian dia terbebas dari penyakit itu, namun kemudian mati sebelum mengqadha'nya, maka diperintahkan untuk dibayarkan fidyah dari hari yang dia tinggalkan, diambilkan dari hartanya. Sebab pada asalnya, dirinya mampu untuk mengqadha', tetapi karena dia mengakhirkannya hingga mati, maka dibayarkan untuknya fidyah.

Ketiga : Jika penyakitnya termasuk yang tidak diharapkan untuk sembuh, maka kewajiban baginya untuk membayar fidyah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.[16]

D. JENIS DAN KADAR DARI FIDYAH.
Tidak disebutkan di dalam nash Al Qur`an atau As Sunnah tentang kadar dan jenis fidyah yang harus dikeluarkan. Sesuatu yang tidak ditentukan oleh nash maka kita kembalikan kepada 'urf (kebiasaan yang lazim). Oleh karena itu, dikatakan sah dalam membayar fidyah, apabila kita sudah memberikan makan kepada seorang miskin, baik berupa makan siang atau makan malam, ataupun memberikan kepada mereka bahan makanan sehingga mereka memilikinya.

Pendapat Ulama Tentang Kadar Dan Jenis Fidyah.
Berkata Imam An Nawawi: "(Pendapat pertama), kadar (fidyah) ialah satu mud dari makanan untuk setiap hari. Jenisnya, seperti jenis makanan pada zakat fithrah. Maka yang dijadikan pedoman ialah keumuman makanan penduduk di negerinya. Demikian ini pendapat yang paling kuat. Dan ada pendapat yang kedua, yaitu mengeluarkan seperti makanan yang biasa dia makan setiap hari. Dan pendapat yang ketiga, diperbolehkan untuk memilih di antara jenis makanan yang ada".

Imam An Nawawi juga berkata: "Tidak sah apabila membayar fidyah dengan tepung, sawiq (tepung yang sangat halus), atau biji-bijian yang sudah rusak, atau (tidak sah) jika membayar fidyah dengan nilainya (uang, Pen.), dan tidak sah juga (membayar fidyah) dengan yang lainnya, sebagaimana yang telah dijelaskan.

Fidyah tersebut dibayarkan hanya kepada orang fakir dan miskin. Setiap satu mud terpisah dari satu mud yang lainnya. Maka boleh memberikan beberapa mud dari satu orang dan dari fidyah satu bulan untuk seorang faqir saja". [17]

Ukuran Satu Mud.
Satu mud adalah seperempat sha'. Dan sha' yang dimaksud ialah sha' nabawi, yaitu sha'-nya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Satu sha' nabawi sebanding dengan 480 (empat ratus delapan puluh) mitsqal dari biji gandum yang bagus. Satu mitsqal, sama dengan 4,25 gram. Jadi 480 mitsqal seimbang dengan 2040 gram. Berarti satu mud adalah 510 gram. [18]

Menurut pendapat Syaikh Abdullah Al Bassam, satu sha' nabawi adalah empat mud. Satu mud, sama dengan 625 gram, karena satu sha' nabawi sama dengan 3000 gram. [19]

Berdasarkan ukuran yang telah disebutkan, maka kita bisa memperkirakan bahwa satu mud dari biji gandum bekisar antara 510 hingga 625 gram. Para ulama telah menjelaskan, fidyah dari selain biji gandum, seperti beras, jagung dan yang lainnya adalah setengah sha' (dua mud). Dan kita kembali kepada ayat, bahwa orang yang melebihkan di dalam memberi makan kepada orang miskin, yaitu dengan memberikan kepada orang miskin lainnya, maka itu adalah lebih baik baginya.

E. BAGAIMANA CARA MEMBAYAR FIDYAH
Cara membayar fidyah bisa dilakukan dengan dua hal.

Pertama : Memasak atau membuat makanan, kemudian memanggil orang-orang miskin sejumlah hari-hari yang dia tidak berpuasa, sebagaimana hal ini dikerjakan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau tua.

Disebutkan dari Anas bin Malik, bahwasanya beliau lemah dan tidak mampu untuk berpuasa pada satu tahun. Maka beliau membuatkan satu piring besar dari tsarid (roti). Kemudian beliau memanggil tigapuluh orang miskin, dan mempersilahkan mereka makan hingga kenyang. (Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa'ul Ghalil).

Kedua : Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Para ulama berkata: "Dengan satu mud dari burr (biji gandum), atau setengah sha' dari selainnya. Akan tetapi, sebaiknya diberikan sesuatu untuk dijadikan sebagai lauknya dari daging, atau selainnya, sehingga sempurna pengamalan terhadap firman Allah yang telah disebutkan".

F. WAKTU MEMBAYAR FIDYAH.
Adapun waktu membayar fidyah terdapat pilihan. Jika dia mau, maka membayar fidyah untuk seorang miskin pada hari itu juga. Atau jika dia berkehendak, maka mengakhirkan hingga hari terakhir dari bulan Ramadhan sebagaimana dikerjakan sahabat Anas ketika beliau tua. Dan tidak boleh mendahulukan fidyah sebelum Ramadhan, karena hal itu seperti mendahulukan puasa Ramadhan pada bulan Sya'ban.

Wallahu Ta'ala A'lam.

Maraji`:
1. Al Majmu' Syarh Al Muhadz-dzab, Imam An Nawawi. Cet. Maktabah Al Irsyad, Jeddah.
2. Al Mughni, Imam Ibnu Qudamah, Cet. Maktabah Ar Riyadh Al Haditsah, Riyadh, Tahun 1402 H.
3. Mukhtar Ash Shihah, Imam Muhammad Ar Razi, Cet. Maktabah Lubnan, Tahun 1989.
4. Asy Syarhul Mumti', Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin. Cet. Maktabah Asaam, Riyadh, Tahun 1416 H.
5. Nailul Authar, Imam Asy Syaukani, Cet. Dar Al Kalim Ath Thayyib, Beirut, Tahun1419 H.
6. Nailul Maram, Allamah Shiddiq Hasan Khan, Cet. Ramadi, Dammam, Tahun 1418 H.
7. Irwa'ul Ghalil, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Kedua Al Maktab Al Islami, Tahun1405 H.
8. Fat-hul Bari, Al Hafizh Ibnu Hajar. Cet. Dar Al Ma'rifah, Beirut.
9. Fatawa Islamiyah, Jama': Muhammad Al Musnid. Cet Dar Al Wathan, dan kitab-kitab lainnya.

(Sumber: Al-Manhaj)
 ---------------------------------------------------------------------------



Ayat ruqyah, ruqyah mp3, ruqyah download, surat ruqyah, al ruqyah, ruqyah syariah, dukun, cara santet, ilmu santet, dukun santet, guna-guna istri muda, ilmu pelet, cara pelet, pelet wanita, mantra pelet, mantra, ilmu putih, ilmu sihir, mantra ilmu hitam, belajar ilmu hitam, jin jin, video setan, vidio setan, foto setan, hantu, gambar setan, setan lucu, lagu setan, melihat alam gaib, dunia alam gaib, cerita alam gaib, misteri alam gaib, dunia gaib, ilmu gaib, ilmu sihir, tanda sihir.    
Ruqyah, ruqyah syariah, ruqyah mp3, ruqyah penyakit medis, ruqyah pengusir jin, ruqyah penghalang jodoh, ruqyah pembakar jin, ruqyah pengobatan, ruqyah pengusir jin dan setan, ruqyah pengobatan penyakit, ruqyah pengobatan islam, ruqyah pengobatan mp3, ruqyah mandiri, ruqyah islam, ruqyah islami, jin kafir, jin qorin, ilmu pellet, ilmu gaib, ilmu gendam, ilmu gaib dalam islam, guna guna, guna guna tanah kuburan, guna guna dalam islam, guna guna istri muda, santet online, santet dayak, ilmu santet, ilmu penangkal santet, ilmu santet paling ampuh, herbal nabawi, herbal nabi, thibbun nabawi, thibbun nabawi herbal, thibbun nabawi adalah, bidara, bidara upas, bidara laut, bidara arab, zaitun, zaitun oil, zaitun rasmin, madu, madu penyubur kandungan, madu asli, madu penggemuk badan, madu diet, madu murni, madu murni asli, habbatussauda, habbatussauda oil, habbatussauda adalah, jintan hitam, jintan hitam habbatussauda, harga jintan hitam, jintan hitam dan madu, cara mengolah jintan hitam, jintan hitam untuk diet.
Ruqyah, ruqyah syariah, gangguan jin, zaitun, habbatussauda, daun bidara, madu, kurma, ayat ruqyah.

obat asam urat, obat herbal, obat herbal diabetes, obat herbal asam urat, obat herbal kolesterol, obat herbal darah tinggi, obat herbal sinusitis, ramuan obat tradisional, ramuan herbal, ramuan tradisional,  pengobatan alternatif, obat sakit pinggang, obat sakit kepala, obat stroke, obat sakit maag, obat sakit perut, obat asma, obat asam lambung, obat asam urat tradisional, Konsultan, spiritual, rohani, kebatinan, stress, bingung, obat herbal asam urat, obat tradisional asam urat, obat asam urat dan kolesterol, obat darah tinggi, obat herbal darah tinggi, obat tradisional darah tinggi, pengobatan asam urat, obat rematik, obat diabetes, obat alami diabetes, obat herbal diabetes, ramuan herbal asam urat, ramuan tradisional untuk asam urat, obat asam urat dan kolesterol, obat kolesterol dan asam urat, obat tradisional kolesterol, obat kolesterol tinggi, obat tradisional kolesterol, obat penurun kolesterol, obat kolesterol tradisional, obat kolesterol alami, obat alami asam urat, obat asam urat alami, rematik dan asam urat, obat darah tinggi, obat herbal darah tinggi, obat tradisional darah tinggi, obat darah tinggi herbal, obat darah tinggi tradisional, obat tradisional gula darah, obat asam urat dan rematik, obat rematik alami, obat tradisional rematik, obat rematik herbal, obat diabetes, obat alami diabetes, obat diabetes mellitus, obat diabetes alami, obat penyakit diabetes, obat sakit diabetes, obat herbal kolesterol, obat kolesterol herbal, obat herbal untuk kolesterol, obat herbal kolesterol tinggi, herbal penurun kolesterol, obat herbal penurun kolesterol, pengobatan herbal kolesterol, obat herbal jantung, obat herbal penyakit jantung, obat herbal jantung coroner, obat jantung herbal, obat herbal untuk jantung, obat herbal untuk penyakit jantung,  herbal jantung, herbal untuk jantung, penyakit gula, obat penyakit gula, obat Tradisional Penyakit Gula, obat penyakit gula darah, obat herbal penyakit gula, cara penyembuhan asam urat, penyembuhan asam urat, penyembuhan asam urat secara alami, pengobatan tradisional, pengobatan herbal, pengobatan diabetes, pengobatan stroke, cara pengobatan diabetes, pengobatan herbal diabetes, pengobatan alternatif diabetes, pengobatan herbal alami, pengobatan obat tradisional, pengobatan secara herbal, penyakit asam urat, obat penyakit asam urat, mengatasi penyakit asam urat, obat buat penyakit asam urat, diabetes melitus, cara mengobati diabetes, cara mengatasi diabetes, penyakit diabetes melitus, penyakit diabetes, cara mengobati penyakit diabetes, terapi diabetes, cara mengobati diabetes secara alami, jamu diabetes, menyembuhkan diabetes, cara mengatasi diabetes melitus, obat asam urat yang manjur, obat asam urat yang paling manjur, obat manjur untuk asam urat, obat kanker, obat tradisional kanker, obat kanker tradisional, obat asam lambung alami, obat lambung alami, obat alami lambung,  obat alami untuk asam lambung, obat sakit lambung alami, pengobatan tradisional sakit maag, cara pengobatan maag kronis, cara pengobatan maag, pengobatan sakit maag akut, cara pengobatan sakit maag, cara pengobatan sakit maag akut, pengobatan penyakit maag secara tradisional, obat maag mujarab, obat lambung mujarab, obat mujarab asam lambung, obat herbal mujarab, obat herbal ginjal, obat herbal untuk ginjal, obat herbal penyakit ginjal, obat ginjal herbal, herbal untuk ginjal, lambung luka, obat lambung luka, obat luka lambung kronis, Konsultasi, konsultan, konsultan spiritual, rohani, rohani islam, kebatinan, penasihat spiritual, Herbal, herbal asam urat, herbal diabetes, herbal untuk asam urat, herbal pelangsing, herbal untuk diabetes, herbal untuk ginjal, herbal untuk darah tinggi, ramuan tradisional, ramuan tradisional ejakulasi dini, ramuan herbal, ramuan obat tradisional, ramuan obat asam urat, ramuan obat rematik, ramuan obat diabetes, ramuan obat batuk, ramuan obat herbal, obat asam urat, obat radang tenggorokan, obat tradisional asam urat, obat tipes, obat tradisional, obat tradisional darah tinggi, obat tbc, obat tahan lama, pengobatan asam urat, pengobatan alternatif, pengobatan tbc, pengobatan sinusitis, pengobatan batu ginjal, pengobatan diabetes, pengobatan stroke, pengobatan herbal, pengobatan hepatitis, pengobatan hipertensi, pengobatan herbal diabetes, pengobatan herbal kanker payudara, pengobatan herbal diabetes, pengobatan herbal asam urat, pengobatan herbal ginjal, pengobatan herbal untuk diabetes, pengobatan herbal untuk sinusitis, pengobatan herbal hipertensi, jamu herbal, jamu herbal diabetes, jamu herbal untuk ejakulasi dini, jamu herbal penurun berat badan, Konsultan Indonesia, Jasa Konsultan, Ilmu Spiritual, Guru Spiritual, Obat Rematik, Penyakit Rematik, Rematik Asam Urat, Asam Urat, Gejala Rematik, Sakit Rematik, Herbal Rematik, Obat Asam Urat, Obat Rematik Tradisional, Obat Obat Herbal, Obat Herbal Asam , rat, Herbal Indonesia, Jamu Herbal, Obat, Obat Herbal, Obat Herbal Batuk, Diabetes Melitus, Obat , diabetes, Penyakit Diabetes, Penderita Diabetes, Diabetes Mellitus, Makanan Diabetes, Pengobatan , diabetes, Asam Urat Obat, Penyakit Asam Urat, Makanan Asam Urat, Kolesterol, Gejala Asam Urat, Herbal Asam Urat, Asam Urat Pantangan, Asam Urat Tinggi, Gejala Asam Urat, Obat Pelangsing, Herbal Pelangsing, Pelangsing Badan, Pelangsing Tubuh, Pelangsing Perut, Pelangsing Alami, Jamu Pelangsing, Obat Herbal Pelangsing, Obat Pelangsing Alami, Penyakit Ginjal, Gagal Ginjal, Batu Ginjal, Obat Ginjal, Sakit Ginjal. Gejala Ginjal, Fungsi Ginjal, Gejala Penyakit Ginjal, Obat Darah Tinggi, Tekanan Darah Tinggi, Tekanan Darah, Menurunkan Darah Tinggi, Makanan Darah Tinggi, Penyakit Darah Tinggi, Buah Darah Tinggi, Gula Darah Tinggi, Herbal Darah Tinggi, Makanan Darah Tinggi, Menurunkan Darah Tinggi, Obat Ramuan Tradisional, Obat Tradisional, Jamu Tradisional, Ramuan Jamu Tradisional, Ramuan Herbal, Penyakit Stroke, Obat stroke, Gejala Stroke, Stroke Ringan, Terapi Stroke, Penyebab Stroke, Obat Kanker Herbal, Obat Kanker, Herbal Kanker Payudara, Kanker Payudara, Herbal Untuk Kanker, Obat Kanker Payudara, Kanker Darah, Kanker Rahim, Herbal Obat Mata, Obat Mata, Herbal Untuk Mata, Herbal Mata Minus, Obat Sakit Mata, Obat Mata Minus, Obat Mata Alami, Obat Herbal Jantung, Obat Jantung, Herbal Untuk Jantung, Herbal Penyakit Jantung, Penyakit Jantung, Obat Penyakit Jantung, Herbal Jantung Koroner, Herbal Sakit Jantung, Jantung Koroner, Jantung Lemah, Obat Herbal Paru, Herbal Kanker Paru, Obat Paru Paru, Obat Herbal Stroke, Obat Stroke, Herbal Untuk Stroke, Penyakit Stroke, Obat Stroke Tradisional, Obat Herbal Pencernaan, Herbal Obat Maag, Obat Herbal, Obat Maag, Herbal Untuk Maag, Herbal Sakit Maag, Sakit Maag, Obat Sakit Maag, Herbal Maag Kronis, Herbal Obat Maag, Obat Alami Maag, Obat Kolesterol, Obat Herbal Kolesterol, Herbal Untuk Kolesterol, Herbal Asam Urat, Penurun Kolesterol Herbal, Penurun Kolesterol, Herbal Menurunkan Kolesterol, Menurunkan Kolesterol, Obat Alami Kolesterol, Obat Tumor Herbal, Obat Tumor, Herbal Untuk Tumor, Tumor Payudara, Obat Tumor Payudara, Obat Herbal Kanker, Herbal Tumor Otak