Oleh
Ustadz Arief B bin Usman Rozali
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ {1} وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ {2} لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ {3} تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ {4} سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ {5}
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur`an) pada malam kemuliaan.[1]
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan.
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
Sebagian besar ulama tafsir [2] berpendapat, surat Al Qadr adalah Makkiyah (yang diturunkan sebelum hijrah). Adapun penamaan surat ini dengan Al Qadr, karena surat ini menerangkan keutamaan dan tingginya kedudukan Al Qur`an, yang juga diturunkan pada malam yang sangat mulia. Dan dinamakan Lailatul Qadr, karena kedudukannya yang begitu agung dan mulia di sisi Allah [3]. Oleh karenanya malam itu penuh dengan keberkahan. Allah berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ
(Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi) [4].
Ibnu Katsir berkata,”(Malam yang diberkahi) itulah Lailatul Qadr, (yang terjadi) pada bulan Ramadhan, sebagaiman firman Allah Ta’ala
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
(Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an) [5].
Ibnu Abbas dan yang lainnya berkata: "Allah telah menurunkan Al Qur`an dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (di langit dunia) secara langsung (sekaligus), kemudian menurunkannya kepada Rasulullah secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa-peristiwa (yang terjadi semasa hidupnya) selama dua puluh tiga tahun" [6].
Adapun yang berkenaan dengan asbabun nuzul (sebab turunnya) surat ini, maka tidak ada satupun riwayat shahihah yang bisa dijadikan hujjah ataupun dalil [7].
At Tirmidzi pernah menyebutkan sebuah hadits yang masih erat kaitannya dengan sebab turunnya surat ini. Sengaja kami bawakan untuk menghapus persepsi buruk sebagian kaum muslimin [8] terhadap sejarah pemerintahan Bani Umayah. Apabila keyakinan semacam ini dibiarkan, maka akan mengakibatkan cacatnya aqidah dan manhaj kaum Muslimin, karena mengandung celaan terhadap salah satu sahabat Rasulullah yang mulia, yaitu Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan masa pemerintahan Bani Umayah secara umum.
Di dalam Jami’nya [9], At Tirmidzi menyebutkan sebuah riwayat lemah dengan sanadnya dari Al Qasim bin Fadhl Al Huddani, dari Yusuf bin Sa’ad, ia berkata: “Seseorang berdiri menuju Al Hasan bin Ali setelah beliau membai’at Mu’awiyah, lalu berkata,’Engkau telah menghitamkan wajah-wajah kaum Mukminin’ atau ‘Wahai orang yang menghitamkan wajah-wajah kaum Mukminin!’, berkata (Al Hasan bin Ali): ‘Janganlah mencelaku rahimakallah. Sesungguhnya Nabi pernah diperlihatkan (keadaan) Bani Umayah di mimbarnya, dan hal itu membuatnya tidak senang, maka turunlah
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
(Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak), Wahai Muhammad, yaitu sebuah sungai di Surga, dan (juga) turun:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ {1} وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ {2} لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ {3
(masa) yang akan dikuasai Bani Umayah sepeninggalmu wahai Muhammad".
Al Qasim berkata: “Maka kami hitung (masa khilafah Bani Umayah), dan (memang) tepat seribu bulan, tidak lebih atau kurang seharipun”.
Ibnu Katsir mengomentari hadits ini [10] dan berkata: Dan Al Hakim, di dalam kitab Al Mustadrak-nya [11] meriwayatkan hadits ini dari jalan Al Qasim bin Fadhl dari Yusuf bin Mazin,… Dan Ath Thabari[12] meriwayatkan dari jalan Al Qasim bin Fadhl dari ‘Isa bin Mazin [13] , demikian katanya, dan hal ini mengakibatkan hadits ini menjadi mudhtharib [14] , wallahu a’lam. Maka hadits ini munkarun jiddan (sangat mungkar), (sehingga) Syaikh kami, Al Imam Al Hafizh Al Hujjah Abul Hajjaj Al Mizzi berkata: “Ini hadits munkar”.[15]
Ibnu Katsir berkata: “Perkataan Al Qasim bin Fadhl Al Huddani bahwa ia telah menghitung masa kekuasaan Bani Umayah, lalu katanya ia dapatkan tepat seribu bulan tidak lebih dan tidak kurang seharipun, adalah tidak benar. Karena sesungguhnya, Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu 'anhu sudah berkuasa ketika Al Hasan bin Ali menyerahkan kuasa (dengan membai’atnya) pada tahun 40 H, dan seluruh kaum Muslimin membai’atnya pula, sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah (tahun jamaah).
Adapun kaum Muslimin di Syam dan tempat lainnya, (mereka) tetap berada di bawah naungan khilafah Bani Umayah. Tidak ada yang keluar (dari kekuasaan Bani Umayah), kecuali pada masa Abdullah bin Az Zubair berkuasa di Haramain dan Al Ahwaz dan sebagian wilayah di sekitarnya, selama kurang lebih sembilan tahun. Akan tetapi, pemerintahan Abdullah bin Az Zubair masih tetap di bawah khilafah Bani Umayah, sampai akhirnya datang peristiwa perebutan khilafah Bani Al Abbas pada tahun 132 H. Dengan demikian, masa kekhilafahan Bani Umayah ialah sembilan puluh dua tahun, yang berarti melebihi seribu bulan, karena seribu bulan sama dengan delapan puluh tiga tahun empat bulan.
(Demikianlah) seolah-olah Al Qasim bin Fadhl tidak menganggap penghitungan bilangan tahun kekuasaan Abdullah bin Az Zubair, sehingga apabila memang demikian, maka apa yang dikatakannya adalah benar. Wallahu a’lam.
Dan di antara hal-hal yang menunjukkan dha’ifnya hadits ini ialah, hadits ini dibawakan untuk melakukan celaan terhadap Daulah Bani Umayah. Jika yang dimaksud seperti itu, maka tentu tidak (perlu) dibawakan dengan konteks semacam ini! Karena sesungguhnya, mengutamakan Lailatul Qadr di atas masa kekuasaan Bani Umayah, (sama sekali) tidak menunjukkan adanya pencelaan terhadap masa kekuasaan mereka. Karena sesungguhnya, (sebagaimana sudah kita ketahui dari penjelasan di atas, Pen), Lailatul Qadr adalah malam yang sangat mulia. Dan surat yang mulia ini diturunkan dalam konteks memuliakan Lailatul Qadr. Maka bagaimana (mungkin bisa difahami) Lailatul Qadr dimuliakan dengan pengutamaannya di atas masa khilafah Bani Umayah yang tercela sebagaimana kandungan hadits tersebut? Kemudian, adakah orang yang memahami, bahwa yang dimaksud dengan seribu bulan dalam ayat ini adalah masa khilafah Bani Umayah? Sedangkan surat ini adalah Makkiyah? Bagaimana (mungkin) makna alfi syahrin (seribu bulan) dipalingkan kepada masa khilafah Bani Umayah? Sedangkan lafazh ayat maupun maknanya, (sama sekali) tidak menunjukkan hal itu?! Lagi pula, mimbar Rasulullah (yang tercantum dalam hadits ini) baru dibuat di Madinah, (yaitu) setelah beberapa saat dari hijrahnya. Maka (jelaslah sudah), semuanya ini sebagai dalil (dan bukti) dha’if dan munkarnya hadits ini. Wallahu a’lam.” [16]
Pada ayat berikutnya Allah berfirman:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
(Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?).
Muhammad Amin Asy Syinqithi berkata [17] : “Pengulangan pertanyaan ini adalah sebagai pengagungan, seperti (juga) firman Allah:
الْقَارِعَةُ {1} مَا الْقَارِعَةُ {2} وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ } 3(
1) Hari Kiamat. (2) Apakah Hari Kiamat itu? (3) Tahukah kamu apakah Hari Kiamat itu? [18]
Kemudian Allah berfirman:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
(Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan).
Ada sejumlah hadits-hadits yang berkaitan dengan ayat ini, di antaranya ialah:
عن أبي هريرة قال: لمَـَّا حَضَرَ رَمَضَانُ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ, شَهْرٌ مُبَارَكٌ, اِفْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ, تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ, وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ, وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ, فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ, مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ)).
"Dari Abu Hurairah, ia berkata: Tatkala tiba bulan Ramadhan, Rasulullah bersabda: “Telah datang pada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah memerintahkan kalian untuk berpuasa padanya. Pada bulan itu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim ditutup, dan setan-setan diikat. Pada bulan itu terdapat Lailatul Qadr. Barangsiapa yang terhalang dari kemuliaan (keutamaannya), sungguh dia telah terhalang”.[19]
Ath Thabari dan Ibnu Katsir berkata [20]: Sufyan Ats Tsauri berkata: “Telah sampai kepadaku perkataan Mujahid لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ , ia berkata,’Amalan, puasa, dan shalat pada malam itu (Lailatul Qadr) lebih baik dari seribu bulan (seseorang melakukan ibadah, Pen)’.”
Adapun maksud para ulama tafsir, bahwa ibadah pada malam Lailatul Qadr lebih utama dari ibadah selama seribu bulan, yaitu (seribu bulan) yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadr.[21]
Syaikh Al Albani berkata: “Dan di antara masa, ada yang telah Allah jadikan seluruh amalan baik padanya lebih utama (dari waktu-waktu selainnya), seperti pada sepuluh Dzulhijjah dan malam Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu seluruh amalan pada malam itu lebih utama (baik) dari amalan selama seribu bulan tanpa Lailatul Qadr di dalamnya”.[22]
Kemudian pada ayat berikutnya Allah berfirman:
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ
(Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan idzin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan).
Sebagian besar ulama menafsirkan (الرُّوحُ) adalah Jibril, dan sebagian yang lain menafsirkan dengan jenis malaikat lainnya [23].
Dan firman Allah بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ , maksudnya ialah, mereka (para malaikat) turun dengan idzin Rabb mereka, dengan segala sesuatu yang telah Allah tentukan pada tahun itu, dari masalah rezeki, ajal, dan perkara lainnya. [24]
Lalu di akhir surat Al Qadr ini, Allah berfirman:
سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
(Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar).
Maksudnya ialah, pada malam Lailatu Qadr penuh dengan kebaikan dan keberkahan seluruhnya, selamat dari segala kejahatan dan keburukan apapun, setan-setan tidak mampu berbuat kerusakan dan kejahatan sampai terbit fajar di pagi harinya.
Demikian ini adalah perkataan sebagian besar ulama, seperti Mujahid, Nafi’, Qatadah, Ibnu Zaid, Abdurrahman bin Abi Laila, dan lain-lainnya [25]. Adapun menurut Asy Sya’bi, dia berpendapat, pada malam itu para malaikat memberikan ucapan salam kepada para penghuni masjid-masjid (yang beribadah di dalamnya) sampai terbit fajar [26].
APAKAH LAILATUL QADR MERUPAKAN SALAH SATU KEKHUSUSAN UMAT ISLAM, ATAUKAH JUGA TERDAPAT PADA UMAT UMAT SEBELUMNYA?
As Suyuthi membawakan hadits yang dikeluarkan oleh Ad Dailami [27], dari Anas, beliau berkata:
إِنَّ اللهَ وَهَبَ لأُمَّتِيْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ, وَلَمْ يُعْطِهَا مَنْ كَانَ قَبْلَهُمْ.
"Sesungguhnya Allah memberikan Lailatul Qadr untuk umatku, dan tidak memberikannya untuk (umat-umat) sebelumnya".
Akan tetapi hadits ini maudhu`[28] , sehingga tidak bisa dijadikan hujjah atau sandaran.
Al Khathabi menyatakan adanya ijma’ para ulama, bahwa Lailatul Qadr juga terdapat pada umat-umat sebelum umat Islam [29]. Ibnu Katsir dan As Suyuthi, di dalam tafsir mereka [30] membawakan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Malik di Muwatha’nya [31] yang berkata:
إنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أُرِيَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ أَوْ ما شاءَ اللهُ مِنْ ذَلِكَ فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أعمارُ أُمَّتِهِ أَنْ لاَ يَبْلُغُوْا مِنَ الْعَمَلِ مِثْلَ الَّذِيْ بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِيْ طُوْلِ الْعُمْرِ, فَأَعْطَاهُ اللهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرًا مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
"(Sesungguhnya Rasulullah diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya -yang relatif panjang- sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka, maka Allah memberikan Rasulullah Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan)". [32]
Lalu Ibnu Katsir mengomentari hadits ini dan berkata: “Yang diisyaratkan hadits ini ialah adanya Lailatul Qadr pada umat-umat terdahulu sebelum umat Islam”. Beliau juga membawakan hadits lain, yaitu dengan menukil riwayat Imam Ahmad di dalam Musnad-nya [33], dari Abu Dzar yang berkata:
يَا رَسُوْلَ الله, أخْبِرْنِي عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ, أفِي رَمَضَانَ هِيَ أَوْ فِيْ غَيْرِهِ؟ قَالَ: بَلْ هِيَ فِي رَمَضَانَ, قُلْتُ: تَكُوْنُ مَعَ الأنْبِياَءِ ماَكَانُوْا, فَإذَا قُبِضُوْا رُفِعَتْ؟ أمْ هِيَ إلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ؟ قاَلَ: بَلْ هِيَ إلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ …
"Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang Lailatul Qadr, apakah malam itu pada bulan Ramadhan ataukah pada selainnya?” Beliau berkata: “Pada bulan Ramadhan”. (Abu Dzar) berkata,”(Berarti sudah ada) bersama para nabi terdahulu? Lalu apakah setelah mereka wafat (malam Lailatul Qadr tersebut) diangkat? Ataukah malam tersebut akan tetap ada sampai hari Kiamat?” Nabi menjawab: “Akan tetap ada sampai hari kiamat…"
Kemudian Ibnu Katsir berkata: "Pada hadits ini spun ada isyarat seperti yang telah kami sebutkan (pada hadits pertama), bahwa Lailatul Qadr akan tetap terus berlangsung sampai hari Kiamat pada setiap tahunnya. Tidak seperti apa yang dikatakan oleh sebagian kaum Syi’ah bahwa Lailatul Qadr sudah diangkat (tidak akan terjadi lagi), disebabkan (mereka salah) memahami hadits yang akan kami bawakan sebentar lagi [34]. Karena, maksud (hadits) yang sesungguhnya ialah, diangkatnya pengetahuan saat terjadinya malam Lailatul Qadr [35]. Juga ada isyarat, bahwa Lailatul Qadr khusus terjadi pada bulan Ramadhan saja dan tidak terjadi pada bulan-bulan lainnya." [36]
Pendapat inilah (bahwa Lailatul Qadr terdapat juga pada umat-umat sebelum umat Islam) yang didukung kuat oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya [37], karena banyaknya hadits-hadits yang menunjukkan hal itu.
(Sumber: Al-Manhaj)
---------------------------------------------------------------------------
Ayat ruqyah, ruqyah mp3, ruqyah
download, surat ruqyah, al ruqyah, ruqyah syariah, dukun, cara santet, ilmu
santet, dukun santet, guna-guna istri muda, ilmu pelet, cara pelet, pelet
wanita, mantra pelet, mantra, ilmu putih, ilmu sihir, mantra ilmu hitam,
belajar ilmu hitam, jin jin, video setan, vidio setan, foto setan, hantu,
gambar setan, setan lucu, lagu setan, melihat alam gaib, dunia alam gaib,
cerita alam gaib, misteri alam gaib, dunia gaib, ilmu gaib, ilmu sihir, tanda
sihir.
Ruqyah, ruqyah syariah, ruqyah mp3, ruqyah
penyakit medis, ruqyah pengusir jin, ruqyah penghalang jodoh, ruqyah pembakar
jin, ruqyah pengobatan, ruqyah pengusir jin dan setan, ruqyah pengobatan
penyakit, ruqyah pengobatan islam, ruqyah pengobatan mp3, ruqyah mandiri,
ruqyah islam, ruqyah islami, jin kafir, jin qorin, ilmu pellet, ilmu gaib, ilmu
gendam, ilmu gaib dalam islam, guna guna, guna guna tanah kuburan, guna guna
dalam islam, guna guna istri muda, santet online, santet dayak, ilmu santet,
ilmu penangkal santet, ilmu santet paling ampuh, herbal nabawi, herbal nabi,
thibbun nabawi, thibbun nabawi herbal, thibbun nabawi adalah, bidara, bidara
upas, bidara laut, bidara arab, zaitun, zaitun oil, zaitun rasmin, madu, madu
penyubur kandungan, madu asli, madu penggemuk badan, madu diet, madu murni,
madu murni asli, habbatussauda, habbatussauda oil, habbatussauda adalah, jintan
hitam, jintan hitam habbatussauda, harga jintan hitam, jintan hitam dan madu,
cara mengolah jintan hitam, jintan hitam untuk diet.
Ruqyah, ruqyah syariah,
gangguan jin, zaitun, habbatussauda, daun bidara, madu, kurma, ayat ruqyah.